Ciri-ciri Warga Negara Indonesia yang Pancasilais adalah yang tingkatkonsumsi gulanya rendah ! Kok bisa ?! Simak penjelasan berikut ini …
Tingkat konsumsi gula pasir masyarakat kita membuat produsen gula dalamnegeri kewalahan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah‘terpaksa’ mengimpor.
Gula pasir, rupanya telah menjadi ‘kebutuhan pokok’ masyarakatIndonesia sebagaimana beras, garam, dan minyak goreng.
Untuk lebih jelasnya kita ambil data dengan mengutip dua berita berikutini :
Produksi gula nasional tercatat sebanyak 2,4juta ton di 2009, meleset 300 ribu ton dari target semula sebanyak 2,7 jutaton. (Harian Analisa, 12 februari 2010).
Sedangkan kebutuhan selama 2009, kebutuhangula nasional mencapai 4,85 juta ton. 2,7 juta ton di antaranya konsumsi rumahtangga dan 2,15 industri (VIVAnews, 11 Juni 2009).
Melihat daya saing industri makanan dan minuman kita, maka kemungkinansebagian besar produk industri tersebut dipasarkan di dalam negeri, makaartinya keseluruhan dari 4,85 juta ton kebutuhan selama tahun 2009 dikonsumsioleh orang Indonesia.
Sehingga dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa, maka tingkatkonsumsi rata-rata per kepala sekitar 0,022 ton/orang/tahun atau 22kg/orang/tahun. Jumlah tersebut setara 60 gr per hari. Jika 1 sendok makan gulapasir setara dengan berat 15 gr, berarti dalam satu hari orang Indonesiamenghabiskan 4 sendok makan gula pasir; bisa untuk pemanis minuman, sudah dalambentuk minuman kemasan, atau snack yang mengandung gula.
Membaca hitung-hitungan di atas, terbayang cara gampang mengatasikekurangan gula, dengan jalan membalik perilaku konsumtif menjadi perilakumenahan diri. Hitungan sederhananya begini : seandainya orang Indonesia kompakmengurangi konsumsi gula pasir sebanyak 1 sendok makan/hari, itu berartimengurangi 25% konsumsi gula nasional. Jika harga gula pasir dirata-rata Rp. 10ribu/kg, maka jumlah penghematan per orang sekitar Rp. 55 ribu. Hitung sendirijika yang melakukannya 220 juta orang …
Menahan diri mengkonsumsi gula pasir selain baik untuk kesehatan dansebagai bentuk penghematan sebagaimana hitung-hitungan di atas, juga dapatdibaca sebagai ‘menemukan kembali jati diri bangsa’.
“Apa hubungannya (gula pasir dengan jati diri bangsa) ?” …
“Enggak terlalu berat tuh ?! “ …
Mungkin dua pertanyaan tersebut mewakili Anda sekalian.
Itulah enaknya penulis. Sama seperti demonstran yang ‘bisa’menghubungkan para pejabat dengan binatang (tikus, ayam, monyet, kambing, danyang lagi naik daun : kerbau), penulis juga demikian. Tapi berhubung sekarangkabarnya pihak kepolisian melarang demonstrasi menggunakan (atau menyertakan ?)binatang, dan tulisan ini memang bukan merupakan media demo, maka yang dipakaiadalah komoditi gula pasir. Yang manis, yang semua orang suka.
Poinnya adalah : jika masalah gula (setidaknya dari hitung-hitungan diatas kertas) dapat diselesaikan dengan jalan ‘menahan diri’ dari konsumtifisme,secara bersama-sama, saya yakin persoalan bangsa kita yang lain juga dapat kitaselesaikan dengan kekuatan tersebut.
Lewat proses menulis judul ini saya seperti diingatkan pada satu modalluar biasa yang sepertinya sudah kita sia-siakan: kekuatan kolektifbangsa. Mundur beberapa puluh tahun, dalam pidato ‘LahirnyaPancasila’, Bung Karno mengatakan :
“Jika saya peras yang lima (Pancasila) menjadi tiga, dan tiga menjadisatu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan‘gotong royong’. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negaragotong-royong!. Alangkah hebatnya Negara Gotong Royong!”.
0 komentar:
Posting Komentar